Mesin Penterjemah

Kenapa Harus Traveling?

Traveling adalah suatu kebutuhan dikehidupan saat ini. Dahulu, dipikiran saya traveling, liburan entah apalah namanya itu hanya untuk orang kaya yang banyak uang. Namun, sejak saya kenal dengan seorang Jurnalis pemilik travelmulu.com saya menjadi tertarik untuk traveling. Dalam pandangannya, traveling menjadi berbeda. Saya merasakan, ini yang saya cari! Mengapa demikian? darinya saya belajar, ketika kita main jauh dari rumah yang kita inginkan bukan cuma foto, oleh- oleh atau objek wisata melainkan kehidupan masyarakat lokal. Jujur saja, dengan konsep menyatu dengan masyarakat lokal menginspirasi saya bahwa ketika saya berjalan itu artinya saya sudah melihat Wonderful Indonesia seperti yang dipopulerkan oleh pemerintah saat ini. Saya bisa melihat betapa beragamnya bahasa, beragamnya budaya, adat istiadat, pola pikir, kuliner lokal dan semua kehidupan yang luar biasa dan tak akan saya dapatkan jika saya hanya dirumah seumur hidup saya. Maka dari itu saya ingin keliling Indonesia. Jika ditanya kapan, saya tidak tahu pasti namun saya selalu berusaha agar keinginan saya terwujud dan saya bisa semakin bangga menjadi anak Indonesia. Saya akan semakin bangga karena saya bisa merasakan 4 pilar negara ini secara tersirat bukan hanya tersurat. Sok pinter! Hai, bukan seperti itu teman. 

"Seperti kita ketahui 4 pilar itu adalah Pancasila. UUD 1945,  Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI"
Coba hayati keempatnya, ketika kita keliling Indonesia kita akan merasakannya secara langsung. Berhubung saya sangat menyukai sejarah maka semakin besar motivasi saya untuk menjelajah tanah yang luar biasa, Indonesia. Saya memang belum kemana- mana, saya hanya baru berjalan sedikit. Namun suatu hari nanti saya akan berada di Nol Kilometer Indonesia dan ke Surga Kecil Jatuh Ke Bumi (Potongan lagu Aku Papua- Edho Kondologit) - Papua Indonesia.
Apakah sebuah mimpi? saya bahkan menyebutnya Cita- cita.
Aneh kedengarannya? tidak bagi saya, semua hal kecil yang begitu kita inginkan jadikanlah cita- cita sehingga akan terwujud. Jika hanya dijadikan hal kecil terus menerus maka ia akan semakin kecil dan terlupa. 

Salam cinta dari saya, anak Sumatera, Indonesia

Day #1 Holiday in Village



Talang Padang, 16 Desember 2014
            Mudik adalah salah satu hobi saya sejak kecil. Namun kebiasaan itu memudar ketika saya duduk di bangku SMP. Alasannya, karena saat mudik, saya selalu  ditanyai perihal pacar. Hemat saya, keluarga saya selalu ingin saya memiliki pacar yang mapan. Hal inilah yang membuat saya risih. Terang saja risih, saat SMP saya beberapa kali berpacaran dengan sesama anak sekolah maka akan  memberi dampak buruk bagi hubungan kami nantinya. Kenapa buruk? Karena saya mudah sekali terpengaruh dengan omongan orang lain.
            Sudah sekitar tujuh hingga delapan tahun lamanya saya tidak lagi memiliki hobi mudik, sekarang saya harus merekonstruksi hobi saya. Kali ini, dengan alasan yang berbeda  dibanding saat saya masih kecil. Ya, nenek saya baru saja menyandang status jomblonya, tepatnya pada Kamis, 27 November 2014 lalu kakek saya serta merta menjadikan mama saya anak yatim, ya Kakek saya berpulang kesisiNya. Saya tahu persis betapa romantisnya pasangan ini. Bertahun menikah selalu tidur berdua dikamar sekalipun sudah sama renta. Tiga hingga empat tahun terakhir memang kakek saya tak segagah dahulu hingga akhirnya almarhum tak sanggup lagi mempertahankan hidupnya. Nenek saya sedih dan terpukul sudah pasti, namun beliau selalu menguatkan hati dan mengisi rumah bersama para cucu yang tinggal didekat rumahnya. Cucu yang dimaksud adalah sepupu saya, jumlahnya ada empat orang anak kecil perempuan yang sangatlah ramai, kicauan mereka jauh lebih jelas dari bunyi kendaraan yang melintasi jalanan depan rumah. Kebetulan rumah nenek saya berada tepat dipinggir jalan. Tepatnya di Talang Padang sebrang Pos Polisi Jalan Raya (PJR) dibawah jembatan layang PT Tanjung Enim Lestari (TEL) yang merupakan pabrik kertas besar yang berlokasi di daerah Muara Enim (tak jauh dari pasar Niru). Di tempat ini, bisa dibilang kawasan Kabupaten, namun sepupu saya tak mau bila disini disebut dusun. Baginya, ini adalah Talang Padang (walaupun disini tetap dusun bagi saya). Dusun kami sebenarnya berada cukup jauh dan masuk ke dalam, namanya Dusun Dalam yang jauh dari pusat lalu lintas. Saya jarang kesana, saat ini saya sedang di Talang Padang dan akan menghabiskan satu minggu saya disini.

            Saat ini pukul sepuluh malam, setidaknya saya sudah 26 jam berada disini. Dan hari ini saya akan bercerita mengenai perjalanan saya selama 26 tersebut.
Senin, 15 Desember 2014 adalah tanggal yang akhirnya saya pilih untuk berangkat kesini. Berhubung sehari sebelumnya saya merasa terlalu capek, maka saya mengundur jam keberangkatan. Awalnya, mama saya meminta untuk berangkat sehabis solat subuh. Namun apa daya, subuh pun terlewat, saya yang berniat berangkat jam 8 pagi pun terbangun pukul 9 pagi dengan badan terhuyung lesu. Dihari yang sama saya sudah membuat janji dengan Bang Ajo dan Nyimas dikampus. Jadilah saya yang belum packing bergegas menyiapkan semua. Pukul 10.30 sampai dilokasi menunggu bus. Hampir 3 jam dari jadwal saya ngaret, untung saja saya tak dikejar waktu. Pukul 12 siang saya sampai dikampus bersama Nyimas. Dua jam lebih kami berkutat dengan Proposal BKLB kami saya pun akhirnya bertemu dengan Bang Ajo. Dengannya saya sedikit bercerita, sebenarnya ada banyak hal yang mesti saya perbaiki. Tanpa disadari, hal tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi saya, terima kasih abang. Walaupun saya akui, terkadang cara abang menyampaikan terlalu to the point dan rasanya itu kayak kena smash walaupun lagi enggak main badminton. Sempat sekitar satu jam lebih main ke sekret VU saya melanjutkan perjalanan (suci) saya pulang kampung. Setelah dibantu Bang Ajo mencari travel, saya pun mendapatkan travel dengan tarif 40 ribu rupiah menuju rumah nenek saya, saat itu jam 5 sore dan berada di kursi tengah saya menyusuri jalan Lintas Sumatera menuju Prabumulih. Satu jam berlalu, sekitar jam 6 lewat 15 menit travel kami berhenti di Rumah Makan Siang Malam, berhubung uang di tas saya hanya cukup untuk ongkos travel dan lebih sedikit untuk membeli minum, saya urungkan niat untuk makan. Lagi pula hasrat untuk makan nasi padang saat itu tak terlalu besar. Saya memilih Solat Maghrib saja disana. Sempat beberapa orang mencuri pandang terhadap saya. Saya mengenakan kaos merah, jilbab cream dan jenas panjang. Sepatu yang saya gunakan adalah sepatu jogging dan sebuah ransel dipundak. Sepengetahuan saya, banyak orang yang mudik seperti saya, namun mereka melihat saya dengan pandangan yang berbeda. Mungkin saya cantik makanya orang terpesona dengan saya hahahaha
            Setelah sekitar satu jam saya habiskan, perjalanan berlanjut sekitar satu setengah jam. Sejauh perjalanan ini, saya merasa sangat mual. Selain lapar, bau badan salah satu penumpang membuat saya mau mengeluarkan isi perut. Namun semua bisa saya tahan hingga sampai dirumah nenek. Ini bukan kali pertama saya kesini dengan travel, namun baru kali ini lah saya benar- benar merasa lelah. Jam 8 malam akhirnya saya sampai dirumah nenek. Nenek saya jomblo, ditemani para sepupu kecil yang pastinya masih jomblo juga pun saya jomblo. Untunglah kami tak membuat Perhimpunan Jobmlo Tidur Bareng (PJTB), saya khawatir kalau ini terjadi nantinya rumah nenek akan jadi sangat sesak, saya tahu persis ada banyak sekali jomblo disini L
Hampir jam 10 malam semua sudah lelap, namun saya masih terjaga. Saya mau melanjutkan menonton Film Dokumenter  berjudul “The Act Of Killing”, saya masih penasaran sama film itu. Untunglah rasa penasaran saya terjawab esoknya. Berhubung laptop habis baterai, saya pun memilih tidur panjang hingga jam 8 pagi. Bangun tidur , lalu saya masak sarapan, habis itu saya nonton lagi menyelesaiakn Film dan saya bermain tablet pc hingga jam 2 siang saya mandi. Setelah mandi, saya pindah kerumah tante untuk menjemur underwear saya dan dilanjutkan dengan makan, solat dan tidur siang. Jujur saja, disini saya harus beradaptasi sekali, mulai dari lampu yang seringkali mati, air sumur untuk semua kegiatan, mandi dengan telasan (sejenis kain tipis yang digunakan saat mandi), lalu masakan yang bukan selera saya, nyamuk yang banyak dirumah tante, jalan yang berlumpur, rumah yang cukup jauh, hujan lebat dan harus melewati malam ditengah hujan dan mati lampu untuk menjemput tante, lalu TV yang enggak ada signal sehingga enggak bisa nonton, signal operator HP yang jelek. Wah, banyakkkkkkkk sekali bro!!! Tapi saya optimis, satu minggu kedepan akan mengasyikan. Setidaknya setiap hari saya akan memasak, nonton film, BBM-an, membaca berita online, ibadah dirumah nenek dan pastinya berenang. Disini saya merasa harus ringan tangan (sama seperti dirumah), saya harus rajin, karena nenek sudah renta dan sepupu kecil saya yang berjumlah empat orang itu hanya bisa ribut, ribut dan ribut. Mungkin seminggu saya disini tak cukup untuk mengobati bertahun saya tak kesini. Tapi setidaknya disini saya bisa belajar banyak hal, dan lebih menghargai hidup. Disini banyak hal yang harus diusahakan, sedang dikota saya jauh lebih enak. Tak susah memikirkan air apalagi masalah keamanan. Namun salah satu bonus yang saya suka, disini banyak bahan untuk masak dan ada AC dikamar nenek yang membuat saya betah.
Ya itu saja kegiatan saya untuk hari ini. Enjoy Your Holiday!

(baru ngeh kalo ada tulisan lama yang belum sempet ke-post. Tanpa dibaca dan diedit mari dinikmati. Jika banyak salah dijadiin pelajaranbiar tulisannya makin rapi)

Hallo Apa Kabar?

Assalamu'alaikum Blogger, apa kabar? nampaknya lama bahkan lama sekali ya saya sudah tidak menulis di Blog yang semakin usang ini. Sejujurnya saya masih aktif menulis namun di media sosial. Biasanya, saya mengkritiki kebijakan pemerintah, mengomentari kehidupan sosial atau sekedar untuk aktualisasi diri di media sosial. Untuk menulis di Blog ada saja hambatannya. Hambatan utamanya apalagi kalau bukan MALAS. Malas adalah halangan terbesar selain karena waktu yang tersita selama dua semester terakhir untuk PPL dan sedikit konsenterasi di kampus. Saat ini saya sedang disibukkan proposal penelitian untuk skripsi dan juga satu mata kuliah mengulang. Saya hanya ingin bercerita sedikit, bukan mau sombong apalagi sok sibuk. Maka dari itu, kemarin saya menyempatkan 12 hari saya untuk main ke Jawa. Selain Refhreshing, juga untuk melunasi hutang janji saya terhadap diri sendiri untuk menginjakkan kaki (lagi) setiap tahunnya ke tanah Jawa. Alhamdulillah-nya kesampaian. Jadilah saya menulis lagi disini. Bukan untuk pamer melainkan untuk berbagi pengalaman dan memenuhi permintaan orang sekitar untuk tahu banyak perjalanan saya dan teman- teman tidak hanya dari mulut kemulut seperti istana sentris. Apalagi mahasiswa, sebagai kaum intelektual, tulisanlah yang menjadi kunci utama selain foto dan video, karena foto dan video tanpa keterangan pun orang tidak akan tahu, sedangkan keterangan dibuat dengan tulisan. 

Baiklah, ini sudah terlalu panjang nampaknya. Saya ucapkan selamat datang kembali di Blog usang saya ini. Semoga bisa bermanfaat bagi semuanya. Wassalamu'alaikum.

Palembang, 6 November 2015
Dengan penuh cinta 

Sekelumit Cerita

Sebenarnya aku biasa saja dengan ketidak-lulusan ini. Sungguh. Namun ada sedikit beban dalam diri. Ya, masalah ekonomi.Aku tak mau megungkapkan ini depan orang, hanya melalui tulisan ini saja. Aku mencari rejeki halal untuk tugas kuliahku. Memang, kedua orang tuaku masih lengkap. Namun aku, aku tak mau lagi dan lagi membebani pikiran mereka. Gagal lagi aku untuk menambang uang. sudahlah, aku tak begitu memikirkannya. Aku percaya ada jalan Tuhan untuk titik temunya, neski tanpa mengaku "susah" di depan orang lain :)

Tak Ada yang Hilang, hanya Mampir Sejenak


 
                Percayakah anda ketika barang anda hilang dari jangakauan anda, maka sebenarnya itu bukan hilang. Melainkan, itulah cara-Nya membuat barang tersebut mampir di orang lain. Ada orang yang tahu itu bukan barangnya, maka mencoba mengembalikan ke empunya barang. Ada juga yang merasa sekarang sudah jadi miliknya. Lalu, hal tersebut sebenarnya merupakan akumulasi dari perbuatan kita selama ini tanpa disadari. Ketika kita seringkali menemukan barang atau sesuatu yang kita ambil, maka hal yang sama akan terjadi pada kita, bisa dalam jumlah kecil maupun besar.

                Sore itu, Jumat (26/09/2014) saya menghabiskan sore bersama tiga orang teman, satu diantaranya sepupu saya. Awalnya saya tak mengira akan memakan Shusi di tempat sejauh itu, namun saya kira sesekali tak apalah. Toh kuliah saya pun diluar kota, jelas lebih jauh dari tempat itu. Sebelumnya saya menghabiskan waktu bersama Kak Desi, kakak tingkat yang juga teman baik saya, kami bertemu di salah satu Mall besar di kota Palembang, tempat saya tinggal, lalu kami melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, ke pasar pusat, pasar 16 Ilir Palembang. Kemudian, kami berdua bergerak cepat di pasar untuk membeli rok dan sandal untuk adik saya. Tak sampai tiga puluh menit, perjalanan melelahkan dipasar yang besar itu pun selesai. Kami pun melanjutkan perjalanan panjang (lagi) menuju tempat makan Shusi di daerah Soekarno-Hatta yang sangat jauh untuk menjadi tempat bermain  saya sehari-hari. Angkot biru kecil tujuan Bukit pun kami pilih menjadi transportasi menuju tempat makan itu. Sampai dilampu merah, saya dan Kak Desi menyambung angkot kuning Musi2. Kami duduk cukup lama di dalam angkot yang ngetem di  kawasan Lingkaran untuk menunggu penumpang. Setelah cukup lama menunggu akhirnya angkot bermuatan lima belas orang pun berjalan mengantarkan kami ke lampu merah simpang tiga, ke kiri menuju polygon dan ke kanan menuju Jl. Soekarno-Hatta, Bandara, tempat yang akan kami datangi. Usai turun angkot kami lanjutkan dengan jalan kaki menuju lokasi yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter saja. Saya memang takut menyebrang, sehingga saya (selalu) berlari  saat itu. Sesampai di tempat makan Sushi, saya menyadari tas sedikit terbuka disisi kiri. Namun saya tak menaruh curiga sedikitpun. Karena saya tahu persis, semua barang penting aman dalam tas hingga akhirnya perkiraan saya itu sirna. Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, datanglah Fe dan Kak Mutek yang membuat lengkaplah kami berempat. Jadilah kami memesan makan, yang sebenarnya saya sudah teramat lapar sedari di pasar pun mulai sibuk memilih makanan. Cukup lama dan makanan yang kami tunggu pun mampu menyesaki ruang-ruang kosong di lambung saya yang mungkin saja asam lambungnya naik karena telat makan. Sebelumnya minum saya sudah datang lebih dulu dari yang lain. Acara makan makanan ala Jepang selesai, mulailah saya sadar bahwa dompet telah raib. Ya, ternyata tas yang sedikit terbuka itu menandakan dompet telah hilang. Niat saya untuk membelikan Sushi untuk adik saya dirumah pun pupus. Setidaknya di dompet saya ada atm yang ada isinya dan cukup untuk sekedar membeli satu paket Shusi mini.

                Kegalauan pun dimulai. Mengetahui dompet  saya  hilang dari tas, saya berputar menggunakan motor dan berjalan kaki ke tempat saya menyebrang menuju tempat makan itu. Namun tak membuahkan hasil apapun, nihil. Baterai tab saya pun habis sama sekali, jadilah saya tidak bisa menghubungi nmor penting terkecuali nomor mama saya yang sangat saya hapal. Hingga langit gelap pun, saya masih belum jua menemukan titik terang bersama Kak Desi. Kebetulan, Fe dan Kak Mutek saya minta pulang saja. Karena sudah putus asa, saya dan Kak Desi tak lagi mencari. Yang utama hanyalah memikirkan bagaimana cara kami pulang. Kondisi saya saat itu sungguh lesu, saya bingung mau bagimana. Di dompet itu juga, semua isi dan data penting saya berada. Hingga akhirnya abang menjemput kami untuk mengantar kami pulang. Di pikiran saya saat itu, saya harus segera ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan. Namun seakan tak percaya, saya selalu memiliki keyakinan bahwa barang saya PASTI akan kembali. Entahlah, saya hanya ber-positif thinking pada diri sendiri. Dan teramat terima kasih untuk keempat orang yang sudah berada disamping saya saat kejadian itu terjadi. Saya ulangi, Kak Desi, Fe, Kak Mutek dan Abang yang sudah menguatkan saya. Tak ada tangisan. Saya hanya lebih banyak diam. Dan baru menyadari banyak tanda yang mengisyaratkan saya akan kehilangan. Berusaha ikhlas dan sabar. Saya harus kuat! Berusaha tenang, saya memasuki rumah. Satu hal yang sangat mengejutkan saya. Ternyata dompet saya sudah duduk manis dirumah. Aneh bukan? Saya yang kebingungan sejak sore hingga saat sesampai dirumah pun terheran-heran. Usut punya usut, ternyata dompet saya jatuh di depan tukang sate. Memang, saat itu saya tak mencari sampai depan tukang sate. Kenapa? Karena sepanjang jalan tak saya temui jejak dompet saya. Pikir saya, untuk bertanya kepada orang pun tidak perlu. Mungkin karean terlalu kalut. Yasudah, saya berpikir itu hilang saja. Dompet yang jatuh di tukang sate itu pun ditemukan bapak- bapak pegawai PLN yang mencoba mencari keberadaan saya. Saya tak ada dikampus, dan ia pun memberanikan mencari saya ke alamat yang tertera di kartu pengenal dalam dompet. Dompet yang berisikan hanya dua puluh dua ribu uang tunai rupiah itu pun sampai dengan selamat dirumah. Nomor saya yang tak aktif pun disangka turut hilang. Namun perkiraan itu luntur ketika saya sms mama untuk mengabari kalau saya masih dijalan. Ya memang, tab saya aman dalam binder hanya saja habis baterai. Seperti sebuah mimpi, harapan yang telah hilang berubah menjadi kejutan manis dengan ditemukannya dompet. Meskipun saya diceramahi papa saya, tak apalah untuk dijadikan pelajaran.
  
Dari sini saya mengambil banyak pelajaran, antara lain :

  1.  Berhati- hati dalam membawa barang berharga
  2. Jangan terlalu mencolok dalam berbagai hal
  3.  Yakin dan berpositif thinking 
  4. Kebaikan akan selalu datang ketika kita mengusahakannya
  5. Bukan bermaksud tak ikhlas, namun ketika kita pernah menemukan milik orang lain cobalah kembalikan, kemudian suatu saat mungkin hal itu pun akan terjadi
  6. Ada, dan akan selalu ada keajaiban Tuhan
  7. Masih banyak orang baik di bumi ini 
  8. Masih aka nada dan selalu ada keajaiban Tuhan 
  9.  Keajaiban itu datang bukan saat kita ingin, melainkan saat Tuhan sudah memastikan itulah saat yang tepat
  10.   Banyak bersyukur dan peduli terhadap orang sekitar 
  11. Peka 
  12. Terima kasih Tuhan untuk pelajaran kali ini 
(latepost)

Special Birthday

Hiduplah Indonesia Raya 



Hari ini serentak diseluruh penjuru tanah air saudara sebangsa setanah air menyuarakan hal tersebut. Kenapa? Ya haryti ini peringatan Hari Kemerdekaan NKRI yang Ke-69. Sejujurnya inilah ulang tahun yang paling fenomenal. Angka "69" yang konotasinya agak sensitif di masyarakat ini menjadi tahun dimana pemilu berhasil dilaksanakan dengan penuh gejolak. 

Sudalah, kita tak usah bicara politik. Tahun ini tahun kedua saya merayakan 17an dengan status "mahasiswa".

Saya juga melihat semua orang membuat status di sosial media dan dimana pun tentang kemerdekaan. Namun ada satu yang membuat saya sadar, status dari Kak Umar. Yang pada intinya, peran mahasiswa dalam mengisi kemerdekaan. Bukan hanya dalam kalangannya saja. Juga dalam masyarakat sekitar. 

Apapun itu, saya adalah satu dari jutaan mahasiswa yang berada dalam masa produktif. komitmen saya ialah mengisi kemerdekaan dengan kemampuan saya agar bermanfaat, sekecil apapun itu.



Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia Ke-69. Jayalah Selalu Indonesia! 


(Berat) Badan

Selak Ceking


          Beginilah kira-kira nasib saya saat SD. Sejak saya lahir badan saya bertumbuh normal. Namun saat kelas 4 SD, saya sempat sakit dan rawat jalan selama 6 bulan. Masa itulah yang menjadikan saya kurus. Ada satu anak yang selalu mengolok-ngolok saya perihal badan saya yang kurus. Ia sebenarnya menyukai saya, namun saya tak menanggapi hal itu. Sehingga ia benci terhadap saya dan memanggil saya "Selak Ceking". Hingga kelas enam SD panggilan itu terus ia pakai dan saya terbiasa dijadikan bahan olok-olok oleh ia dan teman-teman disekolah. Hingga saat mama saya ke sekolah dan ke kelas saya. Saat itu mama saya tak tahu kalau saya terus dibully dengan julukan "ceking" itu. Mama saya yang baru tahu pun menegur teman saya itu. Mama saya marah mendengar kata-kata itu karena kesannya saya sangat kurus dan tak terurus. Lambat laun julukan itu mulai pudar

Masa SMP adalah masa pubertas. Di masa ini berat badan saya cukup naik sekitar 10-17 kilo. Setelah mengalami menstruasi perlahan berat badan saya bertambah selayaknya anak SMP lainnya. Saat kelaa dua SMP merupakan masa subur-suburnya berat badan saya. Yang dulunya 30 kilo menjadi 40 kilo. Kelas tiga SMP menjadi masa akhir disana. Berat badan saya perlahan naik hingga akhirnya saat taman SMP memiliki berat 47  kilo. Ini benar-benar berat badan terberat selama hidup saya (saat itu). Dan semua kembali turun saat SMA. Masa saya frustasi karena tak diterima di SMA idaman saya.


SMA yang katanya masa paling indah, agaknya tak terlalu saya rasakan. Saya menikmatinya hanya setengah hati. Dan turunlah berat badan saya menjadi 43 kilo. Turun 4 kilo hingga saya tamat SMA.

Masa kuliah, adalah saya mengalami masa yang sama seperti SD. Adaptasi gila-gilaan saya alami. Berkuliah di kampus yang berjarak sekitar 50 KM dari rumah menjadi rutinitas lima hari dalam seminggu. Berat badan saya bahkan sempat 40 kilo. Muka saya kusam, hitam dan pipi saya tirus. Mama saya merasa sedih melihat keadaan saya. Dan beliau meminta saya lebih banyak istirahat agar tak sakit. Mengingat berat badan saya yang menurun. hal itu berlangsung selama tiga semester.

"welcome ke-gendutan"

Tiga semester telah dilalui. Kata orang, semester tengah akan membuat seseorang gemuk. Dan saya mengalami itu ternyata. Suatu mimpi yang selalu saya dambakan. Menjadi berisi. Saat liburan semeter tiga, lebih santai dari liburan dua semester sebelumnya. Liburan tersebut saya lalui dengan berkunjung ke Jakarta dan Kepulauan Seribu. Saat di Jakarta saya memakan banyak sekali daging. Sdhingga lemak ditubuh saya mulai menumpuk. Saat pulang kerumah, semuanya benar. Berat badan saya yang sudah normal di semester tiga (43 kilo) naik menjadi 45 kilo. Dua kilo? Bangga bukan main. Sudah cukup untuk seorang gadis. Saya pun mulai paranoid, takut naik terus.
Alhamdulillah, beberapa bulan (saja) berhasil. Di pertengahan tahun 2014, yang juga saat libur semester 4 saya pun kembali ke Jawa dan menyempatkan diri untuk berlibur. Lagi, saya tak lihai mengaur pola makan. Jadilah 7 hari diBandung menambah pundi-pundi lemak menjadi. Taraaa 3 kilo siap menyesaki tubuh mungil ini. Jadilah berat badan 48 kilo. Ya Allah ini badan beneran gendut. Antara senang dan sedih. Senangnya, karena predikat sebagai manusia kurus sudah pasti luntur. Sedihnya, kegemukan saya terlihat jelas di area pipi, perut, paha, dada dan lengan atas. Semuanya menjadi tak biasa. Ukuran pun naik.

Namun tak sampai beberapa hari, saya sakit dan berat badan turun kembali, 45 kilo tak lagi ke 43 kilo yang sekian lama menjadi berat badan setia. Hmmm, sedih juga turun lagi tapi biarlah. Tak lama, masuklah bulan suci Ramadhan. Itu artinya pundi-pundi lemak sudah siap terisi kembali. Nyatanya, berat badan naik lagi hingga 47 kilo usai satu bulan dilalui.
Lebaran pun tiba, itu artinya sanjo(silaturahmi) pun kerap saya lakukan. Dari satu tempat, ke tempat lainnya membuat saya merasa sangat tidak biasa. Hampir semua orang bilang "ay gemukan caknyo sekarang". Dan memang saya nampak gemuk tapi saya selalu mengingkari hal itu. Hingga akhirnya saya benar-benar sadar saat lebaran keempat. Saya sedang mencoba baju baru untuk lebaran hari itu, say pun baru benar-benar melihat betapa lebarnya badan saya sekarang. Saya tak lagi pantas memakaibaju berukuran S dan ukuran celana saya naik dua ukuran.

Dulu, saya selalu bilang saya mau gemuk. Dan sekarang saya ingin kurus lagi. Sebenarnya bukan masalag ukuran, melainkan karena saya tak atau belum terbiasa tampak lebih gemuk. Bukan soal julukan dari orang. Karena bagi saya, fisik tak masalah, yang penting ialah hati. Sekarang saya cuma punya rasa syukur atas badan saya. Saya percaya, orang baik tak pernah memandang fiaik. Pun saya, jika diantara manusia ada yang baik hatinya, baik kurus ataupun gemuk saya akan selalu sama. Yang membuatnya berbeda ialah perilaku saya.

Selamat menikmati rasa gemuk hai badanku :)




Takbiran

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar La Illaha Ilallah hu Allahu akbar. Gema suara takbir berkumandang syahdu memecah keheningan malam. Ya, sudah masuk 1 Syawal 1435 H malam ini (27/072014). Alhamdulillah, ini Ramadhan Ke-19 dalam hidup saya. Segalabrasa syukur saya panjatkan tatkala masih bisa berjumpa dengan Ramadhan dan meraih kemenangan di hari nan fitri bersama keluarga. Meski rasanya sungguh tak adil karena saya merayakan lebaran tanpa keluarga besar. Papa saya sebagai anak tertua, dan memiliki 4 orang adik. Semuanya sudah berpencar, dan yang terjauh di Jaya Pura. Begitu pula mama saya, meski kedua orang tua (nenek dan kakek) saya masih lengkap namun tak berada di kota ini, Palembang. Dahulu sekali, saat semuanya masih ada dan lengkap, setiap malam takbiran terasa sangat meriah. Tapi kini, tak lagi dapat saya rasakan kebersamaan itu karena satu dan lain hal. Meski tangan tak bisa berjabat, Insha Allah saya dan keluarga tetap saling menjalin komunikasi dengan keluarga besar. Kami merayakan lebaran di tempat yang berbeda namun hati kami tetap satu.

Biarlah masalah jarak menjadi suatu permasalahan klasik, tapi tetap jadikan hati kami bersatu Ya Rabb. Jadikan luntur semua dosa kami dengan saling bermaafannya kami. Kemudian, jadikan kami sebagai insan muslim yang lebih taat beragama dan terus menjaga toleransi, persatuan juga kedamaian dalam hidup. Izinkanlah saya dan orang tercinta agar tetap bisa mendengar kumandang takbir(an) di tahun-tahun berikutnya.


Saya, Sheilla Andriani Rizky mewakili M. Gani (Papa saya) beserta keluarga dan keluarga besar mengucapkan :
Minal Aidin Walaidzin, Takobalallahu Minna Waminkum Wama Takobal Ya Karim.


Bersih- bersih

Hari ini adalah hari puasa terakhir tahun ini. Insha Allah besok akan lebaran. Dihari ini, ibu-ibu sibuk memasak, bapak2 sibuk mengurusi rumah, cat rumah, beli kursi, minuman kaleng dan sebagainya. Bahkan mereka lupa, esensi akhir Ramadhan. Harusnya dihabiskan dengan banyak ibadah, karena bulan suci ini hanya satu bulan saja dalam satu tahun. Belum tentu juga tahun depan masih bisa menikmati indahnya bulan ini. Semoga inti dari ibadah selama bulan suci ini, sesungguhnya masih kokoh tertanam dalam hati. Selamat Menjelang Idul Fitri 1435 H. Minal Aidin WalFaidzin :)

Balada Kaki Kram

        Sebenarnya ini cerita biasa, bahkan sangat biasa. Biasanya hal ini dialami oleh orang yang baru bangun tidur. Yang membuatnya menjadi tak biasa ialah keadaan sekitar saat bangun tidur. Ya, saya terbangun dengan keadaan yang cukup asing. Baru saling kenal.

          Hari itu Jumat, tepatnya 6 Juni 2014, saya masih ingat sekali. Saya sedang duduk teramat manis di sebuah Hotel di kota kembang, Bandung. Meskipun saya manis, saya tak sendirian karena saya berada dihotel bersama 30 peserta Workshop lainnya dari berbagai kota. Sekedar informasi, saya adalah satu dari empat orang wakil Pulau Sumatera. Iya, saya orang Sumatera yang paling cantik dirumah saya (maksa). Lalu kemudian, saya dan yang lainnya sibuk memilih lokasi untuk meliput keberagaman. Kebetulan, workshop saat itu mengenai keberagaman, cukup sesuai dengan keadaan 31 peserta yang beragam pula. Akhirnya, saya memilih Gereja bersama 9 orang teman lainnya. Brumm.. brumm.. brumm..  Kami bersembilan menyebut diri kami Jemaat Gereja, walau sebenarnya kami bersembilan Muslim. Oh, sungguh  indahnya keberagaman. Menelurusi jalanan Bandung dengan angkot memberikan pengalaman tersendiri bagi kami untuk lebih mengakrabkan diri. Saya khususnya, bersama 4 dari Sembilan teman membentuk kelompok yang membahas mengenai “langkah kuratif” Gereja Kristen Pasundan (GKP) pasca pengrusakan yang mereka alami di Jawa Barat. Pengalaman meliput keberagaman bagi saya, dan sungguh luar biasa. Perjalanan panjang pun berakhir di Hotel saat Adzan Maghrib berkumandang. Alhamdulillah, bisa sholat di Hotel.

            Malam pun tiba. Usai mandi, Sholat dan makan malam bersama kami semua kembali dikumpulkan di aula. Tempat yang selalu menjadikan saya teramat manis, duduk diam diatas kursi. Kali ini saya sudah tahu nama anggota kelompok saya. Baik akan saya kenalkan, tenang. Ada Mbak Husna dari Bekasi, Endah dari Semarang, Saya (Sheilla) dari Palembang, dan ada Duo Maia, eh salah, maksudnya Duo Malang, si Ipung dan Umam. Sebenarnya sudah kenalan di awal pembagian kelompok. Namun malam itu menjadikan kami lebih mengenal. Jam delapan malam semua berkumpul dan mendapat arahan untuk menulis features tentang liputan keberagaman tadi. Sebelum semua berkumpul, saya menemukan sosok Umam masih mengenakan batik yang sama saat ke Gereja. Spontan saya bertanya, “Eh, kamu belum mandi ya?”. Belakangan saya ketahui, bahwa pertanyaan itu sangat aneh cerita Umam ke saya. Maaf ya Umam jikalau saya terlalu jujur hehe .. Lucunya, meski sudah saya buat dia mati gaya, malah kami banyak bercerita. Jadilah saya tahu tentang rahasia bajunya yang Cuma ada dua lembar. Saya yang jahil semakin menjadi mengolok-ngolok dia.

           Satu jam berselang, semuanya telah berkumpul meski lewat dari jam delapan malam tepat. Akhirnya, kami berlima bersepakat mengerjakan features kami di lobi hotel. Semuanya turun kebawah. Tapi ada dua yang naik lagi keatas, saya dan Ipung. Kalau si ipung mau mandi (ngapain aja ya sedari maghrib sampe jam delapan belum mandi), nah inilah saat yang saya suka, makan. Saya membawa dua piring berisi cemilan. Yang sebenarnya jumlahnya lebih banyak dari kelompok kami. Saya mengambil tiga sampai lima buah mini burger gratis. Terima kasih Tuhan, bisa makan gratis (lagi dan lagi). Ada empat orang akhirnya stay di bawah, termasuk saya usai mengurus cemilan ini itu diatas, lantai tiga. Bingung, stuck dan entah mau nulis apa. Kami malah cerita sana-sini. Kecuali Umam yang terus nonton TV dan Ipung yang masih ngapa-ngapain enggak tahu lagi apa dikamar. Saya sih mencium bau-bau Ipung tidur dikamar. Alhamdulillah kecurigaan saya salah, sekitar setengah jam Ipung pun menyusul kami. Kami tetap tidak menulis apapun. Semakin malam semakin dingin, akhirnya kami mendapat mukjizat untuk menulis. Lebih tepatnya Ipung dan Mbak Husna saja. Endah menulis di laptop, kemudian direvisi mereka berdua, dan saya turut bilang “Yes” atau “No” saja ditiap kalimat. Indahnya berkelompok dengan orang rajin. Hahahahaahaha (ketawa hina, karena enggak bisa bantu banyak).

         Dan terjadilah tragedi itu. Karena saya sudah ngobrol cukup banyak dengan Umam akhirnya kami menghabiskan waktu dilobi hanya untuk bercanda tanpa membantu mengerjakan features sama sekali. Dan saya pun lelah. Sekitar jam dua belas malam, lobi sudah sepi, bahkan Endah sudah tidur dikamarnya. Tapi kami tetap berlima, ada Usman yang duduk bersama kami. Saat itu mata saya sudah begitu lelah. Maaf saya duluan. Sambil tertidur di Sofa lobi saya menikmati angina malam. Ini pertama dalam hidup saya, tidur di lobi hotel. Dan jangan lagi-lagi. Mbak Husna dan Ipung memang tangguh, keduanya terus menulis. ditengah tidur yang cukup lelap saya pun terbangun. Jam dua dini hari Mbak Husna pun membangunkan saya. Tulisan dilanjutkan besok. Saya yang tertidur mulai membuka mata. Sayang sekali, orang yang bangun tidur pasti mengalami syndrome aneh, syndrome bangun tidur.  Ada dua hal yang mengejutkan saya, yaitu :

1.   1. Saat terbangun saya mendapati pemandangan sangat tidak mengenakan. Saya ditiduri Umam. Eitsssss, jangan ambigu dulu. Saat saya terbangun, saya melihat si Umam berada diatas tubuh saya yang terlentang di sofa. Untungnya diatas tubuh saya ada banyak bantal menutupi. Jadi, kami berdua tidak sama sekali bersentuhan. Hanya saja posisi tubuh kami sejajar dan hanya dipisahkan bantal. Kami baru saling mengenal. Ya Tuhan, ampuni aku yang tidur semabrangan.
    2. Saat yang bersamaan, saya ngomel-ngomel tidak terima dengan pemandangan tersebut. Parahnya, Umam hanya menampakkan muka biasa saja. Sedangkan itu semua pasti salah dia. Dia tahu saya tidur disana. Saat itu dia nonton TV dekat kaki saya. Harusnya kalau mau tidur di sofa, bisa duduk atau pindah ke sofa lain. Tapi dia memilih tidur diatas tubuh bantal yang dibawahnya ada saya. Tak heran kalau kami menyebutnya figuran. Karena ia hanya menonton Tv tanpa membantu. Malah menimpa saya saat tidur. Lalu saya berusaha bangkit dari keadaan aneh disekitar orang “asing” dengan muka bangun tidur seadanya. Lagi, hal tak baik menemui saya. Kaki saya kram, mungkin akibat terlalu lama ditimpa jadi sangatlah berat. Saya langsung mengira kaki saya lumpuh. Lebay. Saya mau saja menangis sejadinya, tapi saya malu karena mungkin saja saya akan terlihat aneh. Saya sulit berdiri dan berjalan. Dan akhirnya Ipung menjadi Pahlawan kesiangan ke-dini hari-an. Dengan sigap dia menanyakan mana yang sakit. Awalnya saya kira dia benar-benar pahlawan. Tapi saya salah. Dia menarik kaki saya setelah sempat memijitnya beberapa saat. Sudah sakit bertambah sakit pula. Jadilah saya semakin menggerutu. Usman hanya tertawa dan yang lain hanya menatap saya-mungkin- dengan tatapan aneh.  Untungnya enggak ada foto-foto yang mereka ambil saat itu. Sampai sekarang, si Ipung selalu ngingetin saya kejadian ini. Dan rasanya ada lucu, aneh, malu, tapi ini berkesan.
Berkat peristiwa kaki kram sehabis bangun tidur dengan muka yang aneh dan ngomel-ngomel itu saya jadi sering berkomunikasi dengan teman-teman sekelompok saya tersebut. Terutama Ipung dan Umam. Ya, walaupun akhir-akhir ini enggak tahu si Umam apa kabarnya. Kabar baiknya, si Ipung yang dulunya tukang Pijit mijitin kaki yang “kram” udah mau rilis buku. Lain kali kita ketemu dalam keadaan lebih baik, tanpa tidur sembarangan, tanpa ngomel-ngomel dan tanpa kaki KRAM lagi.


TAMAT
(No Edit, Males Ngedit)

Surat Terbuka untuk Pak Prabowo, Kami (selalu) mendukungmu Pak!


                Surat ini saya tulis pukul 22.55 WIB pada hari Selasa, 22 Juli 2014 usai penyampaian pidato kemenangan Bapak Presiden RI  Terpilih periode 2014-2019, Joko Widodo. Saya sengaja menunggu pidato tersebut selesai supaya adil, mendengarkan kedua calon presiden berpidato dihari yang sama. Sebelumnya, saat sore hari, Bapak yang saya dukung, Prabowo, telah menyatakan mundur dari rekapitulasi Nasional oleh KPU sekaligus menarik diri dari Pilpres 2014.
                Inilah kisah awal saya menanggapi pencalonan beliau. Pada 2009 lalu, itulah kali pertama saya mendengar nama Bapak Prabowo Subianto sebagai calon Wakil Presiden dari Bu Megawati Soekarnao Putri. Beliau berasal dari Partai Politik baru dikancah politik Indonesia. Saat itu saya baru masuk SMA, dan belum memiliki hak untuk memilih presiden. Kemudian tahun selanjutnya, sama sekali saya tidak mencari tahu siapa beliau. Lama dan cukup lama. Juni 2013 menjadi titik awal saya mulai mendengar lagi kalau beliau akan mencalonkan diri sebagai presiden. Saat itu, saya dan keluarga yang merupakan anggota Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), khususnya saya yang dilantik sebagai Sekretaris Ranting Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II Palembang, sumatera Selatan. Aula  Sriwijaya Sport Centre jadi saksinya, semua berseru “Prabowo Presiden”. Dan kembali lagi, hanya saat itu saja saya mendengarnya. Kebetulan saya seorang Jurnalis Majalah Remaja sekaligus Jurnalis Kampus, saya lebih tertarik dengan isu yang tak berbau politik.
Hampir satu tahun berlalu, tepatnya sekitar Maret 2014 saya membaca akun @TrioMacan2000 yang menyebutkan bahwa Presiden terpilih 2014 pada Juli 2014 ialah Prabowo Subianto, alih-alih menjadi Presiden yang baik, malah ditweet-tweet nya diketahui bahwa Prabowo sebagai “badan” bagi para Koruptor yang turun tahta. Saat itu pula saya menjadi “kurang respect”. Bodohnya saya, cepat tersugesti tanpa mencari tahu dahulu. Bahkan, saya baru tahu desas-desus kasus ’98 melibatkan nama Bapak saat menjelang Pilpres. Tapi itu dulu pak, saat saya masih buta “siapa Bapak”
                Akhirnya saya tahu Bapak, dan saya yakin dengan Bapak. Menjelang libur kuliah (Mei 2014) saya tidak punya uang untuk mengikuti kegiatan Jurnalistik Kampus di Medan. Hingga akhirnya saya memilih untuk mengikuti kegiatan lain di Bandung (5-7 Juni 2014). Salah satu syaratnya yaitu membuat esai tentang keberagaman. Saat itu sekitar 20 Mei 2014, hingga saya memutuskan untuk menuliskan “Isu
SARA di Pilpres”, meski akhirnya harus di revisi. Sebelumnya, saat pertengahan Mei saya cukup banyak menerima informaqsi tentang kedua calon. Tapi hati saya tertuju kepada beliau, Pak Prabowo. Saat saya menulis, saya ingin mengklarifikasi mengenai “tuduhan” kasus ’98 tersebut. Menurut sekian banyak informasi yang say abaca, saya begitu yakin Bapak bukan “pelaku” dari kasus tersebut. Meski hal tersebut tidak begitu memperoleh respon balik yang baik. Saya percaya, orang baik akan selalu dijaga Tuhan. Kemudia, saat diminta revisi saya dijejali artikel tentang Beliau dan Pak Jokowi agar isi esai berimbang dan tidak memihak satu pihak. Namun tetap saja saya menekankan bahwa Pak Prabowo hanya korban.
Setelah acara di Bandung tersebut saya pulang ke Palembang dan terus mencari informasi tentang Bapak. Saya selalu mengikuti Debat Capres, mencari informasi di Internet, bertanya kepada teman-teman mahasiswa Hukum, dan semua sumber yang menurut saya bisa dipertanggungjawabkan. Semakin hari, rasa kagum, cinta, dan dukungan saya terhadap Bapak kian memuncak. Hingga ajakan untuk memilih pasangan lawan Bapak terus saya tolak secara halus. Sejujurnya, saya bukan orang yang mengumbar pilihan di muka umum. Bagi saya, pilihan adalah hak pribadi, namun saya berkampanye dengan cara saya, diskusi. Penolakan terus datang, tapi saya yakin dan percaya Bapak pasti banyak dipilih orang. Kenapa? Karena taka da manusia sebaik dan setulus hati Bapak. Saya teramat sangat kagum Pak. Saya pun bersyukur, oramg sekitar saya memilih Bapak. Dan di TPS tempat saya memilih Bapak yang menang. Alhamdulillah, akhirnya 9 Juli dilalui dengan baik.
Kemudian, ada waktu cukup panjang (10-22 Juli) sebagai masa penghitungan suara (real count), dimasa itu, Bapak terus mengawal pemilu dan tetap beramal. Sama seperti biasa. Bapak orang baik, Bapak menyumbang 1 Miliyar Rupiah untuk saudara di Gaza yang merupakan korban kekejaman Israel. Saat dimana orang-orang masih sibuk dengan pemilu. Bapak sudah banyak membantu Indonesia melalui banyak hal, tapi Bapak tak gila pencitraan. Inilah kesederhanaan sesungguhnya. Semangat mengagumi sosok Bapak tak akan pernah hilang. Saya bangga pernah memiliki Calon Presiden sehebat Bapak.

                Pak, jangan pernah bersedih. Meskipun mungkin hati Bapak sakit akibat menerima cacian dari orang yang Kontra terhadap Bapak tiap harinya. Tapi saya tahu Bapak bukan orang lemah. Bapak difitnah dan dipersalahkan pun, Bapak tak gentar. Buktinya, Bapak berani mencalonkan diri setelah 5 tahun mendirikan Partai Politik. Puncaknya hari ini, saya sedih Pak. Saya sedih dengan Lembaga Negara yang terindikasi tidak jujur. Saya tahu Pak, bahkan kalau saya jadi Bapak, akan melakukan hal yang sama. Saya pun tak mau menerima kekalahan dari kecurangan. Bukan soal menang kalah, namun apalah artinya kemenangan bila diraih dengan ketidakjujuran. Mungkin akan banyak orang yang kembali mempersalahkan Bapak. Bahkan mungkin, Koalisi Permanen pun akan bubar. Tapi percayalah Pak, saya, satu diantara puluhan juta penyumbang suara untuk Bapak. Saya selalu berharap agar Bapak tidak sakit hati dengan semua ini. Agar Bapak akan tetap mengabdi untuk Indonesia, sekalipun bukan sebagai Presiden. Biarlah kebaikan Bapak hanya dibalas allah. Percayalah Pak, saat kita menanam benih kebaikan, saat itu juga tumbuh akar “balas budi” yang suatu saat akan sangat membantu Bapak. Biarlah Bapak menjadi diri bapak sendiri, percayalah, kami pendukung Bapak harus terima (suka atau pun tidak) atas terpilihnya Presiden. Tapi kami akan terus mendukung segala kebaikan Bapak dan berharap kebaikan tersebut menular ke diri kami.
Biarlah Pak, Negara ini dipimpin leh orang lain. yang penting Nasionalisme diri Bapak masih berakar kuat, dan sikap Kenegarawanan dan Ksatria Bapak tetap tumbuh dan berkembang. Biarkan ia yang berjanji akan melakukan “Revolusi Mental” membuktikan semua perkataannya. Semoga saja itu benar dan membawa kebaikan untuk Negara ini. Damai Indonesiaku

Salam dari saya,

Sheilla Andriani Rizky

Catatan Hati Seorang Gadis

Ada suatu ketika dimana manusia menjadi begitu khilaf, lupa bersyukur dan mengutuki takdir Allah. Kapan hal itu terjadi? Hal tersebut terjadi ketika si manusia lupa kepada Tuhannya. Lupa bahwa segala sesuatu di atas bumi kiranya atas izin-Nya. Iri hati dan dengki selalu bersemayam dihatinya. Tak percaya? Coba buktikan. Bagaimana caranya? Caranya ialah dengan ikhlas. Apabila menjadi ikhlas jauh dari bisa, maka cobalah menjadi manusia yang pandai bersyukur. Apa untungnya bersyukur atas suatu hal yang dianggap "tidak adil"? Untungnya ialah, sikap berbaik sangka akan menyertai kita. Dengan bersyukur, kita selalu tersadar bahwasanya segala sesuatu pastilah memiliki hikmah. Apa yang tengah dirasakan sesungguhnya latihan untuk kita menjadi manusia yang bisa menerima segala keadaan. Konklusinya, kebahagiaan itu ada ketika hidup diiringi rasa syukur. Dengannya, segala sesuatu tak lagi menakutkan dan menimbulkan sikap ketidak terimaan.

Malam

Malam ini aku menulis, mengikuti angin yang berhembus. Aku menulis bukan untuk mencari perhatian, atau apapun itu. Aku menulis sebagai ungkapan kangenku atas masa-masa produktifku menulis di September 2013 hingga Februari 2014. Sempat aku aktif kembali April hingga Juni 2014, namun rasa rinduku untuk menulis masih memuncak jua.

Lama. Ya, sudah cukup lama aku “berhenti” menulis di Majalah yang pernah mengangkatku jadi Kontributor Freelance. Kemudian, konflik internal LPM membuatku enggan menulis lagi. Lalu, karakteristik menulis di BSO dan di KOMINFO HMJ tidak bisa menjadi mediaku mengeksplor tulisanku secara lebih. Ya, aku bukan penulis handal. Aku hanya seorang anak yang punya ingatan cukup kuat. Sayang kalau tidak ditulis-kan. aku butuh wadah yang tepat, yang bisa membuatku bergairah dalam menulis. Bukan yang seperti sekarang, membuatku menulis seperti robot, menghilangkan feel dalam menulis.

Mungkin, aku pun tak tahu, mungkin bukan wadahnya yang kurang tepat, namun individunya, individu di dalamnya yang membuatku menulis bukan dari hati. Entah, entah sampai kapan aku terus bermalasan seperti ini. Bahkan, perjalanan mengesankanku ke Bandung tidak ku publish, aku hanya membuat catatan sendiri untuk pribadi. Kemana semangat itu? Semangat menuli, untuk berbagi. Aku takut, aku tak bisa menyelesaikan novelku lebih dulu atau sekedar berbarengan dengan novelku (AMIN) nanti. Satu keyakinan saja yang membuatku harus menulis. Traveling. Ya, traveling satu-satunya semangat baru untukku agar terus menyelesaikan novelku. Sekarang aku hanya focus untuk kuliah, IPK naik, kemudian mencari uang untuk BKLB yang akan memakan dana  6juta rupiah. Darimana uang sebanyak itu? Mungkin aku harus bekerja paruh waktu, atau mungkin berjualan lebih intens, atau entahlah. Setelah itu semua, 2015 aku harus traveling supaya ada penyegaran baru untukku. Mengubah perawakanku yang keras, agar lebih luwes dalam bergaul, agar lebih bisa menerima keadaan. Yang terpenting, agar tetap menulis.



Salam

Rambut baru

Beberapa hari lalu saya memotong rambut saya yang berwana coklat ini dengan gaya yang paling mutakhir bahkan diluar kebiasan orang kebanyakan (kata temen). Saya memotong rambut model cepak dengan sedikit mohawk yang sangat tipis, lebih tipis dan pendek dari cowok kebanyakan. Karena hal itu, temen-temen saya bilang kalau saya sudah hampir "gila". Menurut saya itu bukan hal gila, tapi itu tentang passion, tentang bagaimana saya merasakan suatu kepuasan batin. Berganti gaya rambut mungkin sudah biasa bagi kalangan artis, punsaya yang orang awam. Entahlah, bereksperimen dengan gaya rambut sudah menjadi kewajiban bagi saya. Rambut pendek gaya apa pun sudah dicoba. Parahnya, saya pernah dipanggil rambut helm 🙊
Tapi tak mengapa, orang yang suka mengusik kehidupan orang lain terlalu sibuk mengurusi hidup kita(sebenernya alibi akibat risih)
Tapi sumpah, kali ini bener-bener puas sama rambut yang lebih keren dari cowok-cowok, super tipis, cepak, mohawk, aaaaaaa ini baru keren! 😁

Pempek, makanan rutinku ❤

Setiap orang pasti punya makanan kesukaan, begitupun saya. Bagi saya, makanan kesukaan ialah makanan yang selalu bisa membahagiakan hati saya dan membantu memperbaiki mood saat tidak terlalu baik. Sedangkan pempek yang merupakan makanan khas Palembang ini, bukanlah makanan kesukaan saya melainkan makanan rutin, sama seperti tahu. Saya teramat menyukai pempek. Menurut saya, pempek adalah hasil karya anak manusia yang tak lekang oleh waktu dan tak pernah membuat saya lelah memakannya. Dengan perpaduan ikan dan tepung kanji yang diuleni dan ditambahkan sedikit air serta garam secukupnya adalah suatu kenikmatan dari Tuhan yang luar biasa. Entahlah, memakan pempek dengan cuko setiap hari tak mampu membuat saya kebosanan. Ohya, kalau bicara soal temannya pempek, ada cuko yang selalu membuat pempek.terasa begitu enak. Ya, cuko yang dibuat dari larutan gula merah ditambah cabe rawit, bawang putih serta garam secukupnya. Tanpa cuko, pempek bukanlah makanan yang membuat saya bahagia. Sehari enggak "ngirup" cuko itu sangat membuat saya galau. Mungkin bagi orang berlebihan namun bagi saya itu adalah hal.yang wajar. Saya lahir, tumbuh dan besar di Palembang membuat saya sangat amat terbiasa dengan pempek dan menjadikan saya memakannya dengan rutin. Semoga pempek akan terus dilestarikan sampai kapanpun. Amin


Mengulik sejarah pempek

Pempek yang berasal dari Palembang berasal dari jaman kerajaan Palembang Darussalam. Dahulu, epempek merupakan dagangan yamg dijual keliling oleh orang Tionghoa maupun keturunannya. Pada masa itu, pempek belum punya nama namun orang lebih mengenalnya dengan "jualan cipek/apek(sebutan bagi orang Tionghoa di Palembang)  sehingga lama kelamaan lebih dikenal dengan nam pempek/empek-empek(di luar Palembang). Karena rasanya yang khas yang terbuat dari Ikan dan tepung Kanji lama-lama makanan ini dijadikan makanan jajanan rakyat di Palembang. Bahkan sampai tersohor ke daerah lain hingga akhirnya sampai sekarang, makanan yang merupakan hasil karya darah Tionghoa dan terus diapresiasi hingga detik ini.