Mesin Penterjemah

Sekelumit Cerita

Sebenarnya aku biasa saja dengan ketidak-lulusan ini. Sungguh. Namun ada sedikit beban dalam diri. Ya, masalah ekonomi.Aku tak mau megungkapkan ini depan orang, hanya melalui tulisan ini saja. Aku mencari rejeki halal untuk tugas kuliahku. Memang, kedua orang tuaku masih lengkap. Namun aku, aku tak mau lagi dan lagi membebani pikiran mereka. Gagal lagi aku untuk menambang uang. sudahlah, aku tak begitu memikirkannya. Aku percaya ada jalan Tuhan untuk titik temunya, neski tanpa mengaku "susah" di depan orang lain :)

Tak Ada yang Hilang, hanya Mampir Sejenak


 
                Percayakah anda ketika barang anda hilang dari jangakauan anda, maka sebenarnya itu bukan hilang. Melainkan, itulah cara-Nya membuat barang tersebut mampir di orang lain. Ada orang yang tahu itu bukan barangnya, maka mencoba mengembalikan ke empunya barang. Ada juga yang merasa sekarang sudah jadi miliknya. Lalu, hal tersebut sebenarnya merupakan akumulasi dari perbuatan kita selama ini tanpa disadari. Ketika kita seringkali menemukan barang atau sesuatu yang kita ambil, maka hal yang sama akan terjadi pada kita, bisa dalam jumlah kecil maupun besar.

                Sore itu, Jumat (26/09/2014) saya menghabiskan sore bersama tiga orang teman, satu diantaranya sepupu saya. Awalnya saya tak mengira akan memakan Shusi di tempat sejauh itu, namun saya kira sesekali tak apalah. Toh kuliah saya pun diluar kota, jelas lebih jauh dari tempat itu. Sebelumnya saya menghabiskan waktu bersama Kak Desi, kakak tingkat yang juga teman baik saya, kami bertemu di salah satu Mall besar di kota Palembang, tempat saya tinggal, lalu kami melanjutkan perjalanan yang cukup jauh, ke pasar pusat, pasar 16 Ilir Palembang. Kemudian, kami berdua bergerak cepat di pasar untuk membeli rok dan sandal untuk adik saya. Tak sampai tiga puluh menit, perjalanan melelahkan dipasar yang besar itu pun selesai. Kami pun melanjutkan perjalanan panjang (lagi) menuju tempat makan Shusi di daerah Soekarno-Hatta yang sangat jauh untuk menjadi tempat bermain  saya sehari-hari. Angkot biru kecil tujuan Bukit pun kami pilih menjadi transportasi menuju tempat makan itu. Sampai dilampu merah, saya dan Kak Desi menyambung angkot kuning Musi2. Kami duduk cukup lama di dalam angkot yang ngetem di  kawasan Lingkaran untuk menunggu penumpang. Setelah cukup lama menunggu akhirnya angkot bermuatan lima belas orang pun berjalan mengantarkan kami ke lampu merah simpang tiga, ke kiri menuju polygon dan ke kanan menuju Jl. Soekarno-Hatta, Bandara, tempat yang akan kami datangi. Usai turun angkot kami lanjutkan dengan jalan kaki menuju lokasi yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter saja. Saya memang takut menyebrang, sehingga saya (selalu) berlari  saat itu. Sesampai di tempat makan Sushi, saya menyadari tas sedikit terbuka disisi kiri. Namun saya tak menaruh curiga sedikitpun. Karena saya tahu persis, semua barang penting aman dalam tas hingga akhirnya perkiraan saya itu sirna. Setelah menunggu sekitar dua puluh menit, datanglah Fe dan Kak Mutek yang membuat lengkaplah kami berempat. Jadilah kami memesan makan, yang sebenarnya saya sudah teramat lapar sedari di pasar pun mulai sibuk memilih makanan. Cukup lama dan makanan yang kami tunggu pun mampu menyesaki ruang-ruang kosong di lambung saya yang mungkin saja asam lambungnya naik karena telat makan. Sebelumnya minum saya sudah datang lebih dulu dari yang lain. Acara makan makanan ala Jepang selesai, mulailah saya sadar bahwa dompet telah raib. Ya, ternyata tas yang sedikit terbuka itu menandakan dompet telah hilang. Niat saya untuk membelikan Sushi untuk adik saya dirumah pun pupus. Setidaknya di dompet saya ada atm yang ada isinya dan cukup untuk sekedar membeli satu paket Shusi mini.

                Kegalauan pun dimulai. Mengetahui dompet  saya  hilang dari tas, saya berputar menggunakan motor dan berjalan kaki ke tempat saya menyebrang menuju tempat makan itu. Namun tak membuahkan hasil apapun, nihil. Baterai tab saya pun habis sama sekali, jadilah saya tidak bisa menghubungi nmor penting terkecuali nomor mama saya yang sangat saya hapal. Hingga langit gelap pun, saya masih belum jua menemukan titik terang bersama Kak Desi. Kebetulan, Fe dan Kak Mutek saya minta pulang saja. Karena sudah putus asa, saya dan Kak Desi tak lagi mencari. Yang utama hanyalah memikirkan bagaimana cara kami pulang. Kondisi saya saat itu sungguh lesu, saya bingung mau bagimana. Di dompet itu juga, semua isi dan data penting saya berada. Hingga akhirnya abang menjemput kami untuk mengantar kami pulang. Di pikiran saya saat itu, saya harus segera ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan. Namun seakan tak percaya, saya selalu memiliki keyakinan bahwa barang saya PASTI akan kembali. Entahlah, saya hanya ber-positif thinking pada diri sendiri. Dan teramat terima kasih untuk keempat orang yang sudah berada disamping saya saat kejadian itu terjadi. Saya ulangi, Kak Desi, Fe, Kak Mutek dan Abang yang sudah menguatkan saya. Tak ada tangisan. Saya hanya lebih banyak diam. Dan baru menyadari banyak tanda yang mengisyaratkan saya akan kehilangan. Berusaha ikhlas dan sabar. Saya harus kuat! Berusaha tenang, saya memasuki rumah. Satu hal yang sangat mengejutkan saya. Ternyata dompet saya sudah duduk manis dirumah. Aneh bukan? Saya yang kebingungan sejak sore hingga saat sesampai dirumah pun terheran-heran. Usut punya usut, ternyata dompet saya jatuh di depan tukang sate. Memang, saat itu saya tak mencari sampai depan tukang sate. Kenapa? Karena sepanjang jalan tak saya temui jejak dompet saya. Pikir saya, untuk bertanya kepada orang pun tidak perlu. Mungkin karean terlalu kalut. Yasudah, saya berpikir itu hilang saja. Dompet yang jatuh di tukang sate itu pun ditemukan bapak- bapak pegawai PLN yang mencoba mencari keberadaan saya. Saya tak ada dikampus, dan ia pun memberanikan mencari saya ke alamat yang tertera di kartu pengenal dalam dompet. Dompet yang berisikan hanya dua puluh dua ribu uang tunai rupiah itu pun sampai dengan selamat dirumah. Nomor saya yang tak aktif pun disangka turut hilang. Namun perkiraan itu luntur ketika saya sms mama untuk mengabari kalau saya masih dijalan. Ya memang, tab saya aman dalam binder hanya saja habis baterai. Seperti sebuah mimpi, harapan yang telah hilang berubah menjadi kejutan manis dengan ditemukannya dompet. Meskipun saya diceramahi papa saya, tak apalah untuk dijadikan pelajaran.
  
Dari sini saya mengambil banyak pelajaran, antara lain :

  1.  Berhati- hati dalam membawa barang berharga
  2. Jangan terlalu mencolok dalam berbagai hal
  3.  Yakin dan berpositif thinking 
  4. Kebaikan akan selalu datang ketika kita mengusahakannya
  5. Bukan bermaksud tak ikhlas, namun ketika kita pernah menemukan milik orang lain cobalah kembalikan, kemudian suatu saat mungkin hal itu pun akan terjadi
  6. Ada, dan akan selalu ada keajaiban Tuhan
  7. Masih banyak orang baik di bumi ini 
  8. Masih aka nada dan selalu ada keajaiban Tuhan 
  9.  Keajaiban itu datang bukan saat kita ingin, melainkan saat Tuhan sudah memastikan itulah saat yang tepat
  10.   Banyak bersyukur dan peduli terhadap orang sekitar 
  11. Peka 
  12. Terima kasih Tuhan untuk pelajaran kali ini 
(latepost)