Mesin Penterjemah

Malam

Malam ini aku menulis, mengikuti angin yang berhembus. Aku menulis bukan untuk mencari perhatian, atau apapun itu. Aku menulis sebagai ungkapan kangenku atas masa-masa produktifku menulis di September 2013 hingga Februari 2014. Sempat aku aktif kembali April hingga Juni 2014, namun rasa rinduku untuk menulis masih memuncak jua.

Lama. Ya, sudah cukup lama aku “berhenti” menulis di Majalah yang pernah mengangkatku jadi Kontributor Freelance. Kemudian, konflik internal LPM membuatku enggan menulis lagi. Lalu, karakteristik menulis di BSO dan di KOMINFO HMJ tidak bisa menjadi mediaku mengeksplor tulisanku secara lebih. Ya, aku bukan penulis handal. Aku hanya seorang anak yang punya ingatan cukup kuat. Sayang kalau tidak ditulis-kan. aku butuh wadah yang tepat, yang bisa membuatku bergairah dalam menulis. Bukan yang seperti sekarang, membuatku menulis seperti robot, menghilangkan feel dalam menulis.

Mungkin, aku pun tak tahu, mungkin bukan wadahnya yang kurang tepat, namun individunya, individu di dalamnya yang membuatku menulis bukan dari hati. Entah, entah sampai kapan aku terus bermalasan seperti ini. Bahkan, perjalanan mengesankanku ke Bandung tidak ku publish, aku hanya membuat catatan sendiri untuk pribadi. Kemana semangat itu? Semangat menuli, untuk berbagi. Aku takut, aku tak bisa menyelesaikan novelku lebih dulu atau sekedar berbarengan dengan novelku (AMIN) nanti. Satu keyakinan saja yang membuatku harus menulis. Traveling. Ya, traveling satu-satunya semangat baru untukku agar terus menyelesaikan novelku. Sekarang aku hanya focus untuk kuliah, IPK naik, kemudian mencari uang untuk BKLB yang akan memakan dana  6juta rupiah. Darimana uang sebanyak itu? Mungkin aku harus bekerja paruh waktu, atau mungkin berjualan lebih intens, atau entahlah. Setelah itu semua, 2015 aku harus traveling supaya ada penyegaran baru untukku. Mengubah perawakanku yang keras, agar lebih luwes dalam bergaul, agar lebih bisa menerima keadaan. Yang terpenting, agar tetap menulis.



Salam