Mesin Penterjemah

Takbiran

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar La Illaha Ilallah hu Allahu akbar. Gema suara takbir berkumandang syahdu memecah keheningan malam. Ya, sudah masuk 1 Syawal 1435 H malam ini (27/072014). Alhamdulillah, ini Ramadhan Ke-19 dalam hidup saya. Segalabrasa syukur saya panjatkan tatkala masih bisa berjumpa dengan Ramadhan dan meraih kemenangan di hari nan fitri bersama keluarga. Meski rasanya sungguh tak adil karena saya merayakan lebaran tanpa keluarga besar. Papa saya sebagai anak tertua, dan memiliki 4 orang adik. Semuanya sudah berpencar, dan yang terjauh di Jaya Pura. Begitu pula mama saya, meski kedua orang tua (nenek dan kakek) saya masih lengkap namun tak berada di kota ini, Palembang. Dahulu sekali, saat semuanya masih ada dan lengkap, setiap malam takbiran terasa sangat meriah. Tapi kini, tak lagi dapat saya rasakan kebersamaan itu karena satu dan lain hal. Meski tangan tak bisa berjabat, Insha Allah saya dan keluarga tetap saling menjalin komunikasi dengan keluarga besar. Kami merayakan lebaran di tempat yang berbeda namun hati kami tetap satu.

Biarlah masalah jarak menjadi suatu permasalahan klasik, tapi tetap jadikan hati kami bersatu Ya Rabb. Jadikan luntur semua dosa kami dengan saling bermaafannya kami. Kemudian, jadikan kami sebagai insan muslim yang lebih taat beragama dan terus menjaga toleransi, persatuan juga kedamaian dalam hidup. Izinkanlah saya dan orang tercinta agar tetap bisa mendengar kumandang takbir(an) di tahun-tahun berikutnya.


Saya, Sheilla Andriani Rizky mewakili M. Gani (Papa saya) beserta keluarga dan keluarga besar mengucapkan :
Minal Aidin Walaidzin, Takobalallahu Minna Waminkum Wama Takobal Ya Karim.


Bersih- bersih

Hari ini adalah hari puasa terakhir tahun ini. Insha Allah besok akan lebaran. Dihari ini, ibu-ibu sibuk memasak, bapak2 sibuk mengurusi rumah, cat rumah, beli kursi, minuman kaleng dan sebagainya. Bahkan mereka lupa, esensi akhir Ramadhan. Harusnya dihabiskan dengan banyak ibadah, karena bulan suci ini hanya satu bulan saja dalam satu tahun. Belum tentu juga tahun depan masih bisa menikmati indahnya bulan ini. Semoga inti dari ibadah selama bulan suci ini, sesungguhnya masih kokoh tertanam dalam hati. Selamat Menjelang Idul Fitri 1435 H. Minal Aidin WalFaidzin :)

Balada Kaki Kram

        Sebenarnya ini cerita biasa, bahkan sangat biasa. Biasanya hal ini dialami oleh orang yang baru bangun tidur. Yang membuatnya menjadi tak biasa ialah keadaan sekitar saat bangun tidur. Ya, saya terbangun dengan keadaan yang cukup asing. Baru saling kenal.

          Hari itu Jumat, tepatnya 6 Juni 2014, saya masih ingat sekali. Saya sedang duduk teramat manis di sebuah Hotel di kota kembang, Bandung. Meskipun saya manis, saya tak sendirian karena saya berada dihotel bersama 30 peserta Workshop lainnya dari berbagai kota. Sekedar informasi, saya adalah satu dari empat orang wakil Pulau Sumatera. Iya, saya orang Sumatera yang paling cantik dirumah saya (maksa). Lalu kemudian, saya dan yang lainnya sibuk memilih lokasi untuk meliput keberagaman. Kebetulan, workshop saat itu mengenai keberagaman, cukup sesuai dengan keadaan 31 peserta yang beragam pula. Akhirnya, saya memilih Gereja bersama 9 orang teman lainnya. Brumm.. brumm.. brumm..  Kami bersembilan menyebut diri kami Jemaat Gereja, walau sebenarnya kami bersembilan Muslim. Oh, sungguh  indahnya keberagaman. Menelurusi jalanan Bandung dengan angkot memberikan pengalaman tersendiri bagi kami untuk lebih mengakrabkan diri. Saya khususnya, bersama 4 dari Sembilan teman membentuk kelompok yang membahas mengenai “langkah kuratif” Gereja Kristen Pasundan (GKP) pasca pengrusakan yang mereka alami di Jawa Barat. Pengalaman meliput keberagaman bagi saya, dan sungguh luar biasa. Perjalanan panjang pun berakhir di Hotel saat Adzan Maghrib berkumandang. Alhamdulillah, bisa sholat di Hotel.

            Malam pun tiba. Usai mandi, Sholat dan makan malam bersama kami semua kembali dikumpulkan di aula. Tempat yang selalu menjadikan saya teramat manis, duduk diam diatas kursi. Kali ini saya sudah tahu nama anggota kelompok saya. Baik akan saya kenalkan, tenang. Ada Mbak Husna dari Bekasi, Endah dari Semarang, Saya (Sheilla) dari Palembang, dan ada Duo Maia, eh salah, maksudnya Duo Malang, si Ipung dan Umam. Sebenarnya sudah kenalan di awal pembagian kelompok. Namun malam itu menjadikan kami lebih mengenal. Jam delapan malam semua berkumpul dan mendapat arahan untuk menulis features tentang liputan keberagaman tadi. Sebelum semua berkumpul, saya menemukan sosok Umam masih mengenakan batik yang sama saat ke Gereja. Spontan saya bertanya, “Eh, kamu belum mandi ya?”. Belakangan saya ketahui, bahwa pertanyaan itu sangat aneh cerita Umam ke saya. Maaf ya Umam jikalau saya terlalu jujur hehe .. Lucunya, meski sudah saya buat dia mati gaya, malah kami banyak bercerita. Jadilah saya tahu tentang rahasia bajunya yang Cuma ada dua lembar. Saya yang jahil semakin menjadi mengolok-ngolok dia.

           Satu jam berselang, semuanya telah berkumpul meski lewat dari jam delapan malam tepat. Akhirnya, kami berlima bersepakat mengerjakan features kami di lobi hotel. Semuanya turun kebawah. Tapi ada dua yang naik lagi keatas, saya dan Ipung. Kalau si ipung mau mandi (ngapain aja ya sedari maghrib sampe jam delapan belum mandi), nah inilah saat yang saya suka, makan. Saya membawa dua piring berisi cemilan. Yang sebenarnya jumlahnya lebih banyak dari kelompok kami. Saya mengambil tiga sampai lima buah mini burger gratis. Terima kasih Tuhan, bisa makan gratis (lagi dan lagi). Ada empat orang akhirnya stay di bawah, termasuk saya usai mengurus cemilan ini itu diatas, lantai tiga. Bingung, stuck dan entah mau nulis apa. Kami malah cerita sana-sini. Kecuali Umam yang terus nonton TV dan Ipung yang masih ngapa-ngapain enggak tahu lagi apa dikamar. Saya sih mencium bau-bau Ipung tidur dikamar. Alhamdulillah kecurigaan saya salah, sekitar setengah jam Ipung pun menyusul kami. Kami tetap tidak menulis apapun. Semakin malam semakin dingin, akhirnya kami mendapat mukjizat untuk menulis. Lebih tepatnya Ipung dan Mbak Husna saja. Endah menulis di laptop, kemudian direvisi mereka berdua, dan saya turut bilang “Yes” atau “No” saja ditiap kalimat. Indahnya berkelompok dengan orang rajin. Hahahahaahaha (ketawa hina, karena enggak bisa bantu banyak).

         Dan terjadilah tragedi itu. Karena saya sudah ngobrol cukup banyak dengan Umam akhirnya kami menghabiskan waktu dilobi hanya untuk bercanda tanpa membantu mengerjakan features sama sekali. Dan saya pun lelah. Sekitar jam dua belas malam, lobi sudah sepi, bahkan Endah sudah tidur dikamarnya. Tapi kami tetap berlima, ada Usman yang duduk bersama kami. Saat itu mata saya sudah begitu lelah. Maaf saya duluan. Sambil tertidur di Sofa lobi saya menikmati angina malam. Ini pertama dalam hidup saya, tidur di lobi hotel. Dan jangan lagi-lagi. Mbak Husna dan Ipung memang tangguh, keduanya terus menulis. ditengah tidur yang cukup lelap saya pun terbangun. Jam dua dini hari Mbak Husna pun membangunkan saya. Tulisan dilanjutkan besok. Saya yang tertidur mulai membuka mata. Sayang sekali, orang yang bangun tidur pasti mengalami syndrome aneh, syndrome bangun tidur.  Ada dua hal yang mengejutkan saya, yaitu :

1.   1. Saat terbangun saya mendapati pemandangan sangat tidak mengenakan. Saya ditiduri Umam. Eitsssss, jangan ambigu dulu. Saat saya terbangun, saya melihat si Umam berada diatas tubuh saya yang terlentang di sofa. Untungnya diatas tubuh saya ada banyak bantal menutupi. Jadi, kami berdua tidak sama sekali bersentuhan. Hanya saja posisi tubuh kami sejajar dan hanya dipisahkan bantal. Kami baru saling mengenal. Ya Tuhan, ampuni aku yang tidur semabrangan.
    2. Saat yang bersamaan, saya ngomel-ngomel tidak terima dengan pemandangan tersebut. Parahnya, Umam hanya menampakkan muka biasa saja. Sedangkan itu semua pasti salah dia. Dia tahu saya tidur disana. Saat itu dia nonton TV dekat kaki saya. Harusnya kalau mau tidur di sofa, bisa duduk atau pindah ke sofa lain. Tapi dia memilih tidur diatas tubuh bantal yang dibawahnya ada saya. Tak heran kalau kami menyebutnya figuran. Karena ia hanya menonton Tv tanpa membantu. Malah menimpa saya saat tidur. Lalu saya berusaha bangkit dari keadaan aneh disekitar orang “asing” dengan muka bangun tidur seadanya. Lagi, hal tak baik menemui saya. Kaki saya kram, mungkin akibat terlalu lama ditimpa jadi sangatlah berat. Saya langsung mengira kaki saya lumpuh. Lebay. Saya mau saja menangis sejadinya, tapi saya malu karena mungkin saja saya akan terlihat aneh. Saya sulit berdiri dan berjalan. Dan akhirnya Ipung menjadi Pahlawan kesiangan ke-dini hari-an. Dengan sigap dia menanyakan mana yang sakit. Awalnya saya kira dia benar-benar pahlawan. Tapi saya salah. Dia menarik kaki saya setelah sempat memijitnya beberapa saat. Sudah sakit bertambah sakit pula. Jadilah saya semakin menggerutu. Usman hanya tertawa dan yang lain hanya menatap saya-mungkin- dengan tatapan aneh.  Untungnya enggak ada foto-foto yang mereka ambil saat itu. Sampai sekarang, si Ipung selalu ngingetin saya kejadian ini. Dan rasanya ada lucu, aneh, malu, tapi ini berkesan.
Berkat peristiwa kaki kram sehabis bangun tidur dengan muka yang aneh dan ngomel-ngomel itu saya jadi sering berkomunikasi dengan teman-teman sekelompok saya tersebut. Terutama Ipung dan Umam. Ya, walaupun akhir-akhir ini enggak tahu si Umam apa kabarnya. Kabar baiknya, si Ipung yang dulunya tukang Pijit mijitin kaki yang “kram” udah mau rilis buku. Lain kali kita ketemu dalam keadaan lebih baik, tanpa tidur sembarangan, tanpa ngomel-ngomel dan tanpa kaki KRAM lagi.


TAMAT
(No Edit, Males Ngedit)

Surat Terbuka untuk Pak Prabowo, Kami (selalu) mendukungmu Pak!


                Surat ini saya tulis pukul 22.55 WIB pada hari Selasa, 22 Juli 2014 usai penyampaian pidato kemenangan Bapak Presiden RI  Terpilih periode 2014-2019, Joko Widodo. Saya sengaja menunggu pidato tersebut selesai supaya adil, mendengarkan kedua calon presiden berpidato dihari yang sama. Sebelumnya, saat sore hari, Bapak yang saya dukung, Prabowo, telah menyatakan mundur dari rekapitulasi Nasional oleh KPU sekaligus menarik diri dari Pilpres 2014.
                Inilah kisah awal saya menanggapi pencalonan beliau. Pada 2009 lalu, itulah kali pertama saya mendengar nama Bapak Prabowo Subianto sebagai calon Wakil Presiden dari Bu Megawati Soekarnao Putri. Beliau berasal dari Partai Politik baru dikancah politik Indonesia. Saat itu saya baru masuk SMA, dan belum memiliki hak untuk memilih presiden. Kemudian tahun selanjutnya, sama sekali saya tidak mencari tahu siapa beliau. Lama dan cukup lama. Juni 2013 menjadi titik awal saya mulai mendengar lagi kalau beliau akan mencalonkan diri sebagai presiden. Saat itu, saya dan keluarga yang merupakan anggota Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), khususnya saya yang dilantik sebagai Sekretaris Ranting Kelurahan Lawang Kidul, Kecamatan Ilir Timur II Palembang, sumatera Selatan. Aula  Sriwijaya Sport Centre jadi saksinya, semua berseru “Prabowo Presiden”. Dan kembali lagi, hanya saat itu saja saya mendengarnya. Kebetulan saya seorang Jurnalis Majalah Remaja sekaligus Jurnalis Kampus, saya lebih tertarik dengan isu yang tak berbau politik.
Hampir satu tahun berlalu, tepatnya sekitar Maret 2014 saya membaca akun @TrioMacan2000 yang menyebutkan bahwa Presiden terpilih 2014 pada Juli 2014 ialah Prabowo Subianto, alih-alih menjadi Presiden yang baik, malah ditweet-tweet nya diketahui bahwa Prabowo sebagai “badan” bagi para Koruptor yang turun tahta. Saat itu pula saya menjadi “kurang respect”. Bodohnya saya, cepat tersugesti tanpa mencari tahu dahulu. Bahkan, saya baru tahu desas-desus kasus ’98 melibatkan nama Bapak saat menjelang Pilpres. Tapi itu dulu pak, saat saya masih buta “siapa Bapak”
                Akhirnya saya tahu Bapak, dan saya yakin dengan Bapak. Menjelang libur kuliah (Mei 2014) saya tidak punya uang untuk mengikuti kegiatan Jurnalistik Kampus di Medan. Hingga akhirnya saya memilih untuk mengikuti kegiatan lain di Bandung (5-7 Juni 2014). Salah satu syaratnya yaitu membuat esai tentang keberagaman. Saat itu sekitar 20 Mei 2014, hingga saya memutuskan untuk menuliskan “Isu
SARA di Pilpres”, meski akhirnya harus di revisi. Sebelumnya, saat pertengahan Mei saya cukup banyak menerima informaqsi tentang kedua calon. Tapi hati saya tertuju kepada beliau, Pak Prabowo. Saat saya menulis, saya ingin mengklarifikasi mengenai “tuduhan” kasus ’98 tersebut. Menurut sekian banyak informasi yang say abaca, saya begitu yakin Bapak bukan “pelaku” dari kasus tersebut. Meski hal tersebut tidak begitu memperoleh respon balik yang baik. Saya percaya, orang baik akan selalu dijaga Tuhan. Kemudia, saat diminta revisi saya dijejali artikel tentang Beliau dan Pak Jokowi agar isi esai berimbang dan tidak memihak satu pihak. Namun tetap saja saya menekankan bahwa Pak Prabowo hanya korban.
Setelah acara di Bandung tersebut saya pulang ke Palembang dan terus mencari informasi tentang Bapak. Saya selalu mengikuti Debat Capres, mencari informasi di Internet, bertanya kepada teman-teman mahasiswa Hukum, dan semua sumber yang menurut saya bisa dipertanggungjawabkan. Semakin hari, rasa kagum, cinta, dan dukungan saya terhadap Bapak kian memuncak. Hingga ajakan untuk memilih pasangan lawan Bapak terus saya tolak secara halus. Sejujurnya, saya bukan orang yang mengumbar pilihan di muka umum. Bagi saya, pilihan adalah hak pribadi, namun saya berkampanye dengan cara saya, diskusi. Penolakan terus datang, tapi saya yakin dan percaya Bapak pasti banyak dipilih orang. Kenapa? Karena taka da manusia sebaik dan setulus hati Bapak. Saya teramat sangat kagum Pak. Saya pun bersyukur, oramg sekitar saya memilih Bapak. Dan di TPS tempat saya memilih Bapak yang menang. Alhamdulillah, akhirnya 9 Juli dilalui dengan baik.
Kemudian, ada waktu cukup panjang (10-22 Juli) sebagai masa penghitungan suara (real count), dimasa itu, Bapak terus mengawal pemilu dan tetap beramal. Sama seperti biasa. Bapak orang baik, Bapak menyumbang 1 Miliyar Rupiah untuk saudara di Gaza yang merupakan korban kekejaman Israel. Saat dimana orang-orang masih sibuk dengan pemilu. Bapak sudah banyak membantu Indonesia melalui banyak hal, tapi Bapak tak gila pencitraan. Inilah kesederhanaan sesungguhnya. Semangat mengagumi sosok Bapak tak akan pernah hilang. Saya bangga pernah memiliki Calon Presiden sehebat Bapak.

                Pak, jangan pernah bersedih. Meskipun mungkin hati Bapak sakit akibat menerima cacian dari orang yang Kontra terhadap Bapak tiap harinya. Tapi saya tahu Bapak bukan orang lemah. Bapak difitnah dan dipersalahkan pun, Bapak tak gentar. Buktinya, Bapak berani mencalonkan diri setelah 5 tahun mendirikan Partai Politik. Puncaknya hari ini, saya sedih Pak. Saya sedih dengan Lembaga Negara yang terindikasi tidak jujur. Saya tahu Pak, bahkan kalau saya jadi Bapak, akan melakukan hal yang sama. Saya pun tak mau menerima kekalahan dari kecurangan. Bukan soal menang kalah, namun apalah artinya kemenangan bila diraih dengan ketidakjujuran. Mungkin akan banyak orang yang kembali mempersalahkan Bapak. Bahkan mungkin, Koalisi Permanen pun akan bubar. Tapi percayalah Pak, saya, satu diantara puluhan juta penyumbang suara untuk Bapak. Saya selalu berharap agar Bapak tidak sakit hati dengan semua ini. Agar Bapak akan tetap mengabdi untuk Indonesia, sekalipun bukan sebagai Presiden. Biarlah kebaikan Bapak hanya dibalas allah. Percayalah Pak, saat kita menanam benih kebaikan, saat itu juga tumbuh akar “balas budi” yang suatu saat akan sangat membantu Bapak. Biarlah Bapak menjadi diri bapak sendiri, percayalah, kami pendukung Bapak harus terima (suka atau pun tidak) atas terpilihnya Presiden. Tapi kami akan terus mendukung segala kebaikan Bapak dan berharap kebaikan tersebut menular ke diri kami.
Biarlah Pak, Negara ini dipimpin leh orang lain. yang penting Nasionalisme diri Bapak masih berakar kuat, dan sikap Kenegarawanan dan Ksatria Bapak tetap tumbuh dan berkembang. Biarkan ia yang berjanji akan melakukan “Revolusi Mental” membuktikan semua perkataannya. Semoga saja itu benar dan membawa kebaikan untuk Negara ini. Damai Indonesiaku

Salam dari saya,

Sheilla Andriani Rizky

Catatan Hati Seorang Gadis

Ada suatu ketika dimana manusia menjadi begitu khilaf, lupa bersyukur dan mengutuki takdir Allah. Kapan hal itu terjadi? Hal tersebut terjadi ketika si manusia lupa kepada Tuhannya. Lupa bahwa segala sesuatu di atas bumi kiranya atas izin-Nya. Iri hati dan dengki selalu bersemayam dihatinya. Tak percaya? Coba buktikan. Bagaimana caranya? Caranya ialah dengan ikhlas. Apabila menjadi ikhlas jauh dari bisa, maka cobalah menjadi manusia yang pandai bersyukur. Apa untungnya bersyukur atas suatu hal yang dianggap "tidak adil"? Untungnya ialah, sikap berbaik sangka akan menyertai kita. Dengan bersyukur, kita selalu tersadar bahwasanya segala sesuatu pastilah memiliki hikmah. Apa yang tengah dirasakan sesungguhnya latihan untuk kita menjadi manusia yang bisa menerima segala keadaan. Konklusinya, kebahagiaan itu ada ketika hidup diiringi rasa syukur. Dengannya, segala sesuatu tak lagi menakutkan dan menimbulkan sikap ketidak terimaan.

Malam

Malam ini aku menulis, mengikuti angin yang berhembus. Aku menulis bukan untuk mencari perhatian, atau apapun itu. Aku menulis sebagai ungkapan kangenku atas masa-masa produktifku menulis di September 2013 hingga Februari 2014. Sempat aku aktif kembali April hingga Juni 2014, namun rasa rinduku untuk menulis masih memuncak jua.

Lama. Ya, sudah cukup lama aku “berhenti” menulis di Majalah yang pernah mengangkatku jadi Kontributor Freelance. Kemudian, konflik internal LPM membuatku enggan menulis lagi. Lalu, karakteristik menulis di BSO dan di KOMINFO HMJ tidak bisa menjadi mediaku mengeksplor tulisanku secara lebih. Ya, aku bukan penulis handal. Aku hanya seorang anak yang punya ingatan cukup kuat. Sayang kalau tidak ditulis-kan. aku butuh wadah yang tepat, yang bisa membuatku bergairah dalam menulis. Bukan yang seperti sekarang, membuatku menulis seperti robot, menghilangkan feel dalam menulis.

Mungkin, aku pun tak tahu, mungkin bukan wadahnya yang kurang tepat, namun individunya, individu di dalamnya yang membuatku menulis bukan dari hati. Entah, entah sampai kapan aku terus bermalasan seperti ini. Bahkan, perjalanan mengesankanku ke Bandung tidak ku publish, aku hanya membuat catatan sendiri untuk pribadi. Kemana semangat itu? Semangat menuli, untuk berbagi. Aku takut, aku tak bisa menyelesaikan novelku lebih dulu atau sekedar berbarengan dengan novelku (AMIN) nanti. Satu keyakinan saja yang membuatku harus menulis. Traveling. Ya, traveling satu-satunya semangat baru untukku agar terus menyelesaikan novelku. Sekarang aku hanya focus untuk kuliah, IPK naik, kemudian mencari uang untuk BKLB yang akan memakan dana  6juta rupiah. Darimana uang sebanyak itu? Mungkin aku harus bekerja paruh waktu, atau mungkin berjualan lebih intens, atau entahlah. Setelah itu semua, 2015 aku harus traveling supaya ada penyegaran baru untukku. Mengubah perawakanku yang keras, agar lebih luwes dalam bergaul, agar lebih bisa menerima keadaan. Yang terpenting, agar tetap menulis.



Salam

Rambut baru

Beberapa hari lalu saya memotong rambut saya yang berwana coklat ini dengan gaya yang paling mutakhir bahkan diluar kebiasan orang kebanyakan (kata temen). Saya memotong rambut model cepak dengan sedikit mohawk yang sangat tipis, lebih tipis dan pendek dari cowok kebanyakan. Karena hal itu, temen-temen saya bilang kalau saya sudah hampir "gila". Menurut saya itu bukan hal gila, tapi itu tentang passion, tentang bagaimana saya merasakan suatu kepuasan batin. Berganti gaya rambut mungkin sudah biasa bagi kalangan artis, punsaya yang orang awam. Entahlah, bereksperimen dengan gaya rambut sudah menjadi kewajiban bagi saya. Rambut pendek gaya apa pun sudah dicoba. Parahnya, saya pernah dipanggil rambut helm 🙊
Tapi tak mengapa, orang yang suka mengusik kehidupan orang lain terlalu sibuk mengurusi hidup kita(sebenernya alibi akibat risih)
Tapi sumpah, kali ini bener-bener puas sama rambut yang lebih keren dari cowok-cowok, super tipis, cepak, mohawk, aaaaaaa ini baru keren! 😁

Pempek, makanan rutinku ❤

Setiap orang pasti punya makanan kesukaan, begitupun saya. Bagi saya, makanan kesukaan ialah makanan yang selalu bisa membahagiakan hati saya dan membantu memperbaiki mood saat tidak terlalu baik. Sedangkan pempek yang merupakan makanan khas Palembang ini, bukanlah makanan kesukaan saya melainkan makanan rutin, sama seperti tahu. Saya teramat menyukai pempek. Menurut saya, pempek adalah hasil karya anak manusia yang tak lekang oleh waktu dan tak pernah membuat saya lelah memakannya. Dengan perpaduan ikan dan tepung kanji yang diuleni dan ditambahkan sedikit air serta garam secukupnya adalah suatu kenikmatan dari Tuhan yang luar biasa. Entahlah, memakan pempek dengan cuko setiap hari tak mampu membuat saya kebosanan. Ohya, kalau bicara soal temannya pempek, ada cuko yang selalu membuat pempek.terasa begitu enak. Ya, cuko yang dibuat dari larutan gula merah ditambah cabe rawit, bawang putih serta garam secukupnya. Tanpa cuko, pempek bukanlah makanan yang membuat saya bahagia. Sehari enggak "ngirup" cuko itu sangat membuat saya galau. Mungkin bagi orang berlebihan namun bagi saya itu adalah hal.yang wajar. Saya lahir, tumbuh dan besar di Palembang membuat saya sangat amat terbiasa dengan pempek dan menjadikan saya memakannya dengan rutin. Semoga pempek akan terus dilestarikan sampai kapanpun. Amin


Mengulik sejarah pempek

Pempek yang berasal dari Palembang berasal dari jaman kerajaan Palembang Darussalam. Dahulu, epempek merupakan dagangan yamg dijual keliling oleh orang Tionghoa maupun keturunannya. Pada masa itu, pempek belum punya nama namun orang lebih mengenalnya dengan "jualan cipek/apek(sebutan bagi orang Tionghoa di Palembang)  sehingga lama kelamaan lebih dikenal dengan nam pempek/empek-empek(di luar Palembang). Karena rasanya yang khas yang terbuat dari Ikan dan tepung Kanji lama-lama makanan ini dijadikan makanan jajanan rakyat di Palembang. Bahkan sampai tersohor ke daerah lain hingga akhirnya sampai sekarang, makanan yang merupakan hasil karya darah Tionghoa dan terus diapresiasi hingga detik ini.